Dalam satu kesempatan semasa menempuh kuliah di almamater
tercinta, pernah seorang dosen menyarankan kepada saya untuk membaca buku
miliknya. Sore harinya langsung saja saya baca buku tersebut, halaman demi
halaman saya nikmati dengan santai, lalu gerakan mata dan komat-komat bibir
saya terhenti pada satu judul bab yang provokatif, Sejarah : Ilmu, Seni atau Keduanya?
Sebelum
melangkah lebih jauh menentukan sejarah sebagai ilmu atau sejarah itu seni. Ada
baiknya kita kenali dulu satu demi satu hakikat sejarah sebagai ilmu dan sejarah
sebagai seni.
Sejarah Sebagai Ilmu
Menurut
KBBI Ilmu berarti pengetahuan tentang suatu bidang yag disusun secara bersistem
menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala di
bidang (pengetahuan). Berdasarkan pengertian tersebut patut digarisbawahi jika
ilmu tidak sama dengan pengetahuan. Untuk memahami perbedaaan antara ilmu dan
pengetahun coba simak ilustrasi berikut :
Semalam
Uut menonton program televisi yang menayangkan sosok Bung Karno. Setelahnya ia
mengetahui jika Bung Karno sangat kharismatik dan berani berjuang untuk rakyat
Indonesia dalam memperoleh kemerdekaannya dari bangsa penjajah. Karena
jasa-jasanya, Bung Karno dipilih oleh rakyat Indonesia menjadi Presiden Pertama
Republik Indonesia.
Semua
informasi yang dimiliki Uut di atas adalah pengetahuan. Mengapa demikian? Hal
ini dikarenakan semua informasi itu didapatkan tanpa berpikir panjang. Bagaimanapun
cara kita memperoleh informasi itu, semua yang kita alami sehari-hari melalui
panca indera tanpa berpikir panjang adalah pengetahuan.
Ilmu
pengetahuan berkembang dikarenakan rasa penasaran dan tidak puas manusia akan
informasi yang telah didapatkan tanpa berpikir panjang itu. Sehingga mulai lah
dikembangkan serangkaian metode-metode ilmiah atau proses yang sistemasis untuk
mendapatkan sesuatu yang lebih bernilai dan mendalam dari informasi yang apa
adannya itu. Di sini lah letak perbedaan antara ilmu dan pengetahuan,
Pengetahuan didapatkan tanpa berpikir panjang, sedangkan ilmu diperoleh melalui
serangkain proses yang sistematis.
Timbullah
pertanyaan, apakah sejarah dapat dikatakan sebagai Ilmu? Kuntowijoyo dalam
bukunya yang berjudul penelitian sejarah berkata bahwa Sejarah sebagai ilmu
dapat dilihat dari ciri-cirinya sebagai berikut:
1.
Adanya Obyek Penelitian
Di
awal postingan blog ini telah sedikit saya singgung jika obyek sejarah adalah
kehidupan manusia di masa lampau dengan berbagai perubahannya tidak termasuk
peristiwa alam. Obyek sejarah lainnya adalah waktu. Obyek-obyek penelitian itu
membuat sejarah unik berbeda dengan ilmu-ilmu lainnya.
2.
Bersifat Empiris
Empiris?
Artinya obyek penelitian sejarah itu dapat diamati, sedangkan obyek sejarah itu
kehidupan manusia di waktu lampau yang peristiwanya pun sudah berlalu.
Bagaimana mungkin? Memang harus diakui bahwa pengamatan obyek sejarah tidak
dapat dilakukan sejarah secara langsung seperti halnya pada ilmu-ilmu alam. Yang
masih bisa diamati adalah peninggalan dan pengalaman manusia pada masa
lampau.
3.
Memiliki Metode
Metode
sejarah ada 4 tahapan, pengumpulan sumber sejarah, verikasi sumber sejarah,
penafsiran kebenaran sumber sejarah, terakhir penulisan sejarah berdasarkan
kebenaran sumber sejarah.
4.
Sejarah Mempunyai teori
Sejarah
memiliki teori-teori tersendiri mengenai kebenaran obyek penelitiannya yang dinamis.
Karena tidak ada kebenaran yang mutlak dalam ilmu pengetahuan. Sehingga
kebenaran sejarah siap diuji dan diverifikasi kembali dengan teori-teori baru
dalam sejarah.
Sejarah Sebagai Seni
George
Macauly Trevelyan dalam bukunya Clio A
Mose (1913) mempersoalkan Apakah sejarah disamping mengumpulkan fakta-fakta
tidak menyajikan nilai-nilai, emosional, dan intelektual dengan alat yang khas yaitu
seni sastra. Memang sejarah sebagai seni berhubungan erat dengan cara penyampaian
secara tertulis kisah sejarah itu. Fakta sejarah adalah benda mati, untuk
menghidupkanya dibutuhkan intuisi, imajinasi, emosi, serta gaya bahasa yang
khas.
Menurut
Kuntowijoyo, sejarah sebagai seni nampak dalam ciri-cirinya :
1.
Sejarah memerlukan Intuisi
Kerja
seorang sejarawan tidak cukup hanya mengandalkan metode dan rasionalitas yang
dimilikinya secara naluri dan instinktif.
2.
Sejarah memerlukan Imajinasi
Imajinasi
membantu sejarawan membayangkan bagaiman proses peristiwa sejarah yang telah terjadi,
sedang terjadi dan apa yang akan terjadi setelahnya.
3.
Sejarah memerlukan Emosi
Bercerita
tentang sejarah harus mampu menghadirkan objek ceritanya kepada pembaca atau
pendengarnya seolah-olah mereka berhadapan sendiri dengan tokoh yang diceritakan.
Sejarawan memerlukan empati (perasaan) dengan segala afeksinya.
4.
Sejarah memerlukan Gaya Bahasa
Gaya
bahasa yang baik tidak harus berarti menggunakan bahasa yang berlebihan.
Penggunaan bahasa harus efektif. Sejarahwan harus mampu mendeskrispsikan
peristiwa sejarah sebagai layaknya seorang pelukis melukiskan secara naturalis.
Gaya bahasa yang khas dan menarik inilah yang juga akan membedakan hasil
penelitian antara sejarawan yang satu dengan sejarawan yang lainnya.
Video ini akan lebih membantu sobat memahami perbedaan sejarah dan seni.
Sejarah adalah keduanya, Ilmu juga Seni.
Sejarah
sebagai Ilmu dan sejarah sebagai seni pada dasarnya keduanya tak dapat begitu
saja dipisahkan. Pollard menyatakan bahwa “both
history is a science and as an art”. Sejarah adalah keduanya, sebagai ilmu
dan sebagai seni. Namun keduanya memang berbeda dalam obyek dan cara kerjanya.
Tugas pokok sejarawan adalah menghadirkan kembali kebenaran
peristiwa sejarah yang telah terjadi. Dalam tugasnya itu sejarawan dituntut
untuk menggunakan proses yang ilmiah guna mendapatkan kebenaran peristiwa
sejarah. Namun dalam penyampaian hasil penelitian itu, sejarawan harus menggunakan
kemampuan seni sastranya agar kebenaran peristiwa sejarah itu terasa lebih
hidup.